Laboratory Stage kali ini dapat dikatakan sebagai showcase istimewa dalam perjalanan City of Laboratory selama ini. Dikatakan istimewa karena gelaran kali ini mengusung tema utama yang cukup berbeda dibanding acara-acara sebelumnya. Setelah sebelumnya sering mengadakan showcase dengan band-band yang berhaluan musik-musik alternatif, kali ini City of Laboratory menyediakan ruang dan merangkul banyak penggemar musik dari segmen Rock, Punk, bahkan Punk Oi! Acara kali ini juga tetap mengusung nilai kolaboratif sebagai semangat berkolektif yang lahir dari ekosistem musik kota dengan mengundang musisi dari genre yang beragam serta beberapa jenis aktivasi lainnya. Selain panggung utama, terdapat live sablon dari Swaka yang membawakan desain spesial dari The Jeblogs. Kemudian, tentu saja ada booth dari Buzztard, Passionville, Alpha Omega Records, dan The Jeblogs Merch.
Pada showcase kali ini, City of Laboratory berkolaborasi dengan Buzztard yang sedang merayakan perjalanan mereka selama ini. Buzztard merupakan salah satu brand yang menaungi banyak band punk maupun rock dalam urusan merchandising. Kolaborasi ini menjadi sebuah ajang yang mempertemukan segala heterogenitas dalam ekosistem musik untuk melebur menjadi satu dan merayakan hal yang sudah seharusnya dirayakan. Merayakan kebebasan berkarya dan berekspresi.

Dalam tajuk, “The Urban Clash: Buzztard’s Loud Year Showcase,” City of Laboratory bersama para Laboran menggodok konsep yang bisa dibilang out of the box dalam hal tata panggung. Para Laboran dari City of Laboratory yang dimotori oleh Fathony aka “Young Lex” sebagai tim artistik, menyulap panggung kecil di Shuga Bar De Tjolomadoe menjadi hal yang tak biasa. Di tangan para Laboran, panggung disajikan dengan tata artistik yang biasanya ada di pertunjukan teater. Hal ini menyiratkan visi dari City of Laboratory sendiri yang ingin memadukan berbagai macam lintas disiplin di kesenian dalam satu wadah. Selain itu, masih banyak kejutan lainnya yang hadir pada malam itu.
Beberapa jam sebelum acara dimulai pada 5 Oktober 2025, terlihat kondisi cuaca sedang tidak mendukung. Rintikan hujan sempat turun membasahi venue Shuga Bar De Tjolomadoe. Meskipun begitu, kondisi tersebut tidak menyurutkan antusias penonton. Beberapa menit berselang, untung saja cuaca kembali kondusif dan dengan diiringi musik latar dari Waldjinah yang melantun dengan syahdunya, acara pun dimulai. Malu2x tampil sebagai band pembuka malam itu. Para penonton atau sebut saja mereka “Kamerad,” berduyun-duyun memenuhi area depan panggung. Sebagai band pembuka, Malu2x berhasil memanaskan arena menjadi lebih liar dan tak terkendali. Penonton menjadi tambah ramai dan berisik saat penampilan dilanjutkan oleh Sukses Lancar Rejeki. Mereka berisikan tiga orang anak muda dari “planet” Bekasi yang mulai naik daun setelah salah satu lagu mereka berjudul “Maling” menyita banyak perhatian warga dunia maya. Panggung kali ini merupakan kali pertama mereka menginjakkan kaki sebagai musisi di Solo. Dengan lagu-lagunya yang penuh absurditas tetapi sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, SLR berhasil memancing penonton untuk bersorak-sorai bersama mengikuti musik yang penuh kejutan. Malam itu, bisa menjadi malam yang penuh kenangan bagi siapapun baik untuk SLR yang baru pertama kali ke Solo maupun penonton yang baru pertama kali menyaksikan aksi liar mereka di panggung.
Dalam gemuruh semangat yang masih belum mereda selepas penampilan SLR, para kamerad kembali meliar di arena bersama Nothing Special. Unit punk rock dari Solo ini merupakan salah satu band andalan dari Buzztard. Mereka tampil berani di depan para kamerad dengan memainkan beberapa nomor favorit mereka. Arena masih memanas dipenuhi para kamerad yang haus akan segala distorsi di atas panggung. Begitu pula yang terjadi saat The Jeblogs tampil di hadapan mereka. Apalagi saat mereka membawakan Track 8 yang berkolaborasi dengan Trigga Coca. Tak hanya berhenti di situ, The Jeblogs juga membawa Lealona jauh-jauh dari Surabaya untuk mempersembahkan bersama Bersandarlah dan Sekian, Terima Kasih. Sebuah pertunjukan lengkap yang jarang terjadi di panggung-panggung gigs.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tetapi penonton masih memadati arena Shuga Bar De Tjolomadoe. Meskipun besok sudah memasuki hari senin, para kamerad ini masih menunggu Superiots. Band punk asal Bogor dengan vokalis perempuannya, Manda. Dapat dikatakan mereka adalah band legendaris dari skena punk jalanan yang sudah eksis sejak tahun 2009. Pada penampilan kali ini, Superiots juga menggandeng Alby Moreno dari MCPR dalam salah satu lagu yang mereka bawakan. Lewat permainan drumnya yang memburu dengan tempo kencang dan lirik-lirik lagunya yang penuh kritik sosial serta kehidupan jalanan, para kamerad berloncatan kesana kemari hingga naik di atas barikade untuk bersama-sama menyanyikan semua lagu Superiots. Mereka seakan-akan lupa bahwa besok adalah hari Senin.
Pada malam itu, semua orang merayakan sebuah kebebasan dan perlawanan menghadapi rutinitas yang membosankan. Superiots berhasil menutup The Urban Clash: Buzztard’s Loud Year Showcase dengan memukau. Semua penonton yang hadir merasakan kepuasan batin atas sebuah perayaan yang mereka lakukan malam ini. Begitu pula dengan para Laboran dari City of Laboratory. Gelaran ini merupakan panggung dengan massa terbanyak yang pernah dicapai selama ini. City of Laboratory berharap ruang-ruang seperti ini dapat terus ada dan bertumbuh. Tentu saja dengan kerja sama dari kawan-kawan Lab yang sudah menemani kolektif ini hingga masih bertahan sampai sekarang. Mari kita rawat bersama dan sampai jumpa di Laboratory Stage berikutnya!